Kejawen merupakan suatu tindakan yang berhubungan dengan suku jawa mulai dari adat, bahasa, kebiasaan, pengetahuan dan tindakan lainya. Bahkan kejawen memiliki pengetahuan sendiri tentang ketuhanan dan norma norma kehidupan. Kejawen menekan seseorang dalam ahlak yang berbudi luhur dan pemikiran yang sederhana, bersyukur, berjiwa sepuh dan memahami Alam semesta.
Kejawen dalam masyarakat jawa menjadi aspek kehidupan bukan sebagai agama, itu sebabnya ajaran kejawen hanya di ajarkan turun temurun pada turunanya saja.
Sejak dulu, orang Jawa mengakui keesaan Tuhan. Hal ini menjadi inti ajaran Kejawen, yaitu :
1. Sangkan Paraning Dumadi
( Dari mana datang dan kembalinya hamba Tuhan )
2. Manunggaling Kawula lan Gusthi ( Bersatunya Hamba dan Tuhan ).
Dari kemanunggalan itu, ajaran Kejawen memiliki misi sebagai berikut:
Mamayu Hayuning Pribadi (sebagai rahmat bagi diri pribadi)
Mamayu Hayuning Kaluwarga (sebagai rahmat bagi keluarga)
Mamayu Hayuning Sasama (sebagai rahmat bagi sesama manusia)
Mamayu Hayuning Bawana (sebagai rahmat bagi alam semesta)
Kaum kejawen tidak sama dengan Kaum abangan
Berbeda dengan kaum abangan , kaum kejawen relatif taat dengan ajaran agamanya, namun tetap menjaga jatidirinya sebagai orang pribumi, karena ajaran filsafat kejawen memang mendorong untuk taat terhadap Tuhannya.
Tidak mengherankan jika ada banyak aliran filsafat kejawen menurut agamanya yang dianut seperti :
Islam Kejawen,
Hindu Kejawen,
Kristen Kejawen,
Budha Kejawen,
Kejawen Kapitayan (Kepercayaan)
Kejawen wiwitan
Dll...
Intinya, tetap melaksanakan adat dan budayanya yang tidak bertentangan dengan agamanya.
Sebelum adanya agama di jawa, kejawen sudah menjadi ageman hidup orang orang jawa. Konon ajaran kejawen di wedar oleh Sang hyang Semar, ajaranya untuk kembali pada Sang Hyang Widhi (sang maha agung). namun belum bisa di pastikan kebenaranya. Yang pasti ajaran kejawen sudah ada sejak sebelum adanya agama hindu budha di jawa.
Kejawen sebagai filsafat yang memiliki ajaran-ajaran tertentu terutama dalam membangun Tata Krama (aturan berkehidupan yang mulia).
Kejawen dalam opini umum berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti spiritualistis suku Jawa.
Laku olah spiritualis kejawen yang utama adalah mbatin(kebatinan), Pasa (Berpuasa) dan Tapa (Bertapa).
Laku laku tersebut tidak untuk menempuh suatu ilmu gaib, melaikan untuk mendekatkan diri kepeada Tuhan dan memudahkan hajatnya.
Setiap doa yang di panjatkan selalu di imbangi dengan laku kebatinan, yaitu berdoa drngan oenuh penghayatan, kepasrahan dan keilklasan, sehingga doanya memiliki getaran gaib yang di hasilkan oleh sukma sulma mereka.
Terkadang doa doa mereka di dengar oleh para leluhur, sehingga oara leluhur membantu memudahkan hajat mereka dengan ikut mendoakan dan membantu secara gaib dengan kemampuanya.
Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat dan menekankan pada konsep "keseimbangan".
Sifat Kejawen yang demikian memiliki kemiripan dengan Konfusianisme (bukan dalam konteks ajarannya).
Ajaran kejawen lebih mengunakan hukum alam, seperti siapa yang menanam pasti memanen, segala sesuatu di dunia ini pasti ada sebab dan akibatnya. Yang salah harus di hukum. yang mencuri pasti bersalah. Dsb
Penganut Kejawen hampir tidak pernah mengadakan kegiatan perluasan ajaran, tetapi melakukan pembinaan secara rutin. Dan kalo saja ajaran kejawen ini di perluas ajaranya, mungkin saja peminatnya juga akan sangat banyak dan menyebar luas. Karena ajaran kejawen ini pembelajaranya lebih merasuk di dalam jiwa. Munkin banyak orang amerika, belanda, ingris dan portugis yang memakai belangkon dan sewek. hehehehe.
Ajaran kejawen dulu oernah di perluas saat masa kejayaan majapahit, sehingga meluas ke pulau sumantra, kalimantan dan malasya.
Di sumantra paling besar ajaran kejawen ini karena pasukan majapahit lama yang menentapndi sana. Sewaktu membentuk strategi untu memerangi kerajaan di malasya dan singapore.
Simbol-simbol "laku" berupa perangkat adat asli Jawa, seperti keris, wayang, gamelan, upacara, tatakrama, penggunaan simbol tertentu yang memiliki arti filosofis, dan sebagainya. Saat ini simbol simbol ini sudah berkurang, mungkin hanya di gunakan oleh orang orang keraton saja yang mengunakan secara iklas, lainya hanya mengunakan karana untuk daya tarik dan memamerkan diri saja. Agar terlihat berbeda an berkatakter.
Simbol-simbol itu seringkali menampakan kewingitan (wibawa magis) / keangkeran sehingga banyak orang (termasuk penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah memanfaatkan kejawen dengan praktik klenik dan perdukunan. Pengunaan simbol jawa saat ini sering di gunakan untul menambah wibawa para dukun dan pelaku spiritual, tak banyak dari mereka juga mengunakanya untuk di ambil tuahnya, apalagi seperti keris.
Padahal hal tersebut tidak pernah ada dalam ajaran filsafat kejawen. Kejawen tidak mengajarkan simbol simbol tersebut di gunakan sebagai alat batu perklenikan dan sebagainya.
Salam Rahayu
Kejawen dalam masyarakat jawa menjadi aspek kehidupan bukan sebagai agama, itu sebabnya ajaran kejawen hanya di ajarkan turun temurun pada turunanya saja.
Sejak dulu, orang Jawa mengakui keesaan Tuhan. Hal ini menjadi inti ajaran Kejawen, yaitu :
1. Sangkan Paraning Dumadi
( Dari mana datang dan kembalinya hamba Tuhan )
2. Manunggaling Kawula lan Gusthi ( Bersatunya Hamba dan Tuhan ).
Dari kemanunggalan itu, ajaran Kejawen memiliki misi sebagai berikut:
Mamayu Hayuning Pribadi (sebagai rahmat bagi diri pribadi)
Mamayu Hayuning Kaluwarga (sebagai rahmat bagi keluarga)
Mamayu Hayuning Sasama (sebagai rahmat bagi sesama manusia)
Mamayu Hayuning Bawana (sebagai rahmat bagi alam semesta)
Kaum kejawen tidak sama dengan Kaum abangan
Berbeda dengan kaum abangan , kaum kejawen relatif taat dengan ajaran agamanya, namun tetap menjaga jatidirinya sebagai orang pribumi, karena ajaran filsafat kejawen memang mendorong untuk taat terhadap Tuhannya.
Tidak mengherankan jika ada banyak aliran filsafat kejawen menurut agamanya yang dianut seperti :
Islam Kejawen,
Hindu Kejawen,
Kristen Kejawen,
Budha Kejawen,
Kejawen Kapitayan (Kepercayaan)
Kejawen wiwitan
Dll...
Intinya, tetap melaksanakan adat dan budayanya yang tidak bertentangan dengan agamanya.
Sebelum adanya agama di jawa, kejawen sudah menjadi ageman hidup orang orang jawa. Konon ajaran kejawen di wedar oleh Sang hyang Semar, ajaranya untuk kembali pada Sang Hyang Widhi (sang maha agung). namun belum bisa di pastikan kebenaranya. Yang pasti ajaran kejawen sudah ada sejak sebelum adanya agama hindu budha di jawa.
Kejawen sebagai filsafat yang memiliki ajaran-ajaran tertentu terutama dalam membangun Tata Krama (aturan berkehidupan yang mulia).
Kejawen dalam opini umum berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti spiritualistis suku Jawa.
Laku olah spiritualis kejawen yang utama adalah mbatin(kebatinan), Pasa (Berpuasa) dan Tapa (Bertapa).
Laku laku tersebut tidak untuk menempuh suatu ilmu gaib, melaikan untuk mendekatkan diri kepeada Tuhan dan memudahkan hajatnya.
Setiap doa yang di panjatkan selalu di imbangi dengan laku kebatinan, yaitu berdoa drngan oenuh penghayatan, kepasrahan dan keilklasan, sehingga doanya memiliki getaran gaib yang di hasilkan oleh sukma sulma mereka.
Terkadang doa doa mereka di dengar oleh para leluhur, sehingga oara leluhur membantu memudahkan hajat mereka dengan ikut mendoakan dan membantu secara gaib dengan kemampuanya.
Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat dan menekankan pada konsep "keseimbangan".
Sifat Kejawen yang demikian memiliki kemiripan dengan Konfusianisme (bukan dalam konteks ajarannya).
Ajaran kejawen lebih mengunakan hukum alam, seperti siapa yang menanam pasti memanen, segala sesuatu di dunia ini pasti ada sebab dan akibatnya. Yang salah harus di hukum. yang mencuri pasti bersalah. Dsb
Penganut Kejawen hampir tidak pernah mengadakan kegiatan perluasan ajaran, tetapi melakukan pembinaan secara rutin. Dan kalo saja ajaran kejawen ini di perluas ajaranya, mungkin saja peminatnya juga akan sangat banyak dan menyebar luas. Karena ajaran kejawen ini pembelajaranya lebih merasuk di dalam jiwa. Munkin banyak orang amerika, belanda, ingris dan portugis yang memakai belangkon dan sewek. hehehehe.
Ajaran kejawen dulu oernah di perluas saat masa kejayaan majapahit, sehingga meluas ke pulau sumantra, kalimantan dan malasya.
Di sumantra paling besar ajaran kejawen ini karena pasukan majapahit lama yang menentapndi sana. Sewaktu membentuk strategi untu memerangi kerajaan di malasya dan singapore.
Simbol-simbol "laku" berupa perangkat adat asli Jawa, seperti keris, wayang, gamelan, upacara, tatakrama, penggunaan simbol tertentu yang memiliki arti filosofis, dan sebagainya. Saat ini simbol simbol ini sudah berkurang, mungkin hanya di gunakan oleh orang orang keraton saja yang mengunakan secara iklas, lainya hanya mengunakan karana untuk daya tarik dan memamerkan diri saja. Agar terlihat berbeda an berkatakter.
Simbol-simbol itu seringkali menampakan kewingitan (wibawa magis) / keangkeran sehingga banyak orang (termasuk penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah memanfaatkan kejawen dengan praktik klenik dan perdukunan. Pengunaan simbol jawa saat ini sering di gunakan untul menambah wibawa para dukun dan pelaku spiritual, tak banyak dari mereka juga mengunakanya untuk di ambil tuahnya, apalagi seperti keris.
Padahal hal tersebut tidak pernah ada dalam ajaran filsafat kejawen. Kejawen tidak mengajarkan simbol simbol tersebut di gunakan sebagai alat batu perklenikan dan sebagainya.
Salam Rahayu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar