Pusaka adalah sebuah benda bertuah yang diyakini dan terasa manfaatnya terutama oleh pemilik pusaka tersebut. Pusaka adalah sebuah ageman atau pegangan bagi orang yang memiliki dan meyakininya. Pusaka dapat menambah kepercayaan diri dari para pemilik. Pusaka juga menjadi lambang kebanggaan bahkan status sosial. Pada tataran tertentu kepemilikan pusaka sedikit banyak menjadi cermin tingkatan batin seseorang.
Pusaka yang penulis pernah lihat secara langsung selama ini kebanyakan adalah benda benda buatan tangan manusia peninggalan masa kerajaan dahulu. Meski demikian saya menyakini ada pusaka di alam gaib yang benar - benar murni berasal dari alam mistik ( bukan buatan manusia ).
Pusaka dapat digolongkan ke dalam tuah / khasiatnya :
1. Tuah kepangkatan / karir / kewibawaan
2. Tuah penglarisan ( rejeki ) / daya tarik / mahabah
3. Tuah kekebalan / power / penjagan / proteksi / keselamatan
4. Tuah untuk panglimunan (sudah sangat jarang)
5. Tuah untuk penyembuhan
2. Tuah penglarisan ( rejeki ) / daya tarik / mahabah
3. Tuah kekebalan / power / penjagan / proteksi / keselamatan
4. Tuah untuk panglimunan (sudah sangat jarang)
5. Tuah untuk penyembuhan
Tuah umum sebuah pusaka adalah keselamatan bagi pemegangnya. Dari kelima golongan tuah pusaka di atas, dapat melahirkan berbagai macam pusaka. Umumnya pusaka yang banyak di masyarakat adalah keris, kujang, tombak, tongkat, trisula, gada, cemeti, batu – batuan dsb. Pusaka tidak mengenal ukuran, dari sebesar biji buah delima sampai ukuran jumbo semacam arca / patung. Terkadang pusaka berbentuk perkakas atau perhiasan semacam liontin, kalung atau bisa juga berbentuk tasbih, dsb.
Benda - benda tersebut menjadi pusaka karena dibawa dari alam manusia ke dimensi gaib oleh khodam. Melalui proses materilisasi / menginfestasikan / penarikan benda maka kita dapat mewujudkan kembali benda - benda tersebut ke alam manusia.
Benda - benda tersebut menjadi pusaka karena dibawa dari alam manusia ke dimensi gaib oleh khodam. Melalui proses materilisasi / menginfestasikan / penarikan benda maka kita dapat mewujudkan kembali benda - benda tersebut ke alam manusia.
Di pulau Jawa, pada jamannya, selain faktor kegaibannya, Pusaka seperti keris, tombak, dan kujang,berkembang menjadi lambang derajat pemiliknya, lebih daripada sekedar sebuah senjata perang / tarung. Ada aturan-aturan yang harus dipatuhi di masyarakat tentang tatacara mengenakan Pusaka dan jenis-jenis Pusaka yang boleh dimiliki oleh seseorang apalagi pusaka sejenis keris.
Dari banyaknya pusaka penulis membagi jenis pusaka menjadi 3 macam
Senjata pusaka / Tosan aji / wesi aji
Batu aji
Benda hiasan
Senjata pusaka / Tosan aji / wesi aji
Batu aji
Benda hiasan
Senjata pusaka adalah sebuah benda yg di gunakan untuk berperang, dan memiliki kekuatan gaib tersendiri yang memang di manfaatkan untuk berbagi keperluan missal saja untuk menambah rasa berani dan menambah kekuatan tubuh saat berperang.
Namun ada juga senjata pusaka yang kusus di gunakan untuk keperluan selain perang, missal saja keris Junjung derajat. Keris ini lebih di manfaatkan oleh orang orang jawa terdahulu sampai sekarang untuk menjunjung pangkat dan karir. Dan lebih banyak di simpan dari pada untuk bertarung.
Namun ada juga senjata pusaka yang kusus di gunakan untuk keperluan selain perang, missal saja keris Junjung derajat. Keris ini lebih di manfaatkan oleh orang orang jawa terdahulu sampai sekarang untuk menjunjung pangkat dan karir. Dan lebih banyak di simpan dari pada untuk bertarung.
Dalam dunia perkerisan ada aturan-aturan yang harus dipatuhi di masyarakat tentang tatacara mengenakan keris dan jenis-jenis keris yang boleh dimiliki oleh seseorang. Seorang rakyat biasa tidak boleh mengenakan keris yang diperuntukkan untuk seorang lurah. Seorang lurah tidak boleh mengenakan keris yang diperuntukkan untuk seorang bupati. Seorang senopati tidak boleh mengenakan keris yang diperuntukkan untuk seorang raja. Seorang raja juga tidak boleh mengenakan keris yang diperuntukkan untuk seorang senopati, dsb.
Bila ada seseorang memiliki keris yang derajat kerisnya lebih tinggi dari kedudukan dirinya di masyarakat, orang itu tidak akan menyimpannya untuk dirinya sendiri. Biasanya akan diserahkan / dipersembahkannya kepada orang lain yang pantas untuk memilikinya. Begitu juga seseorang yang berderajat tinggi, ia tidak akan mengenakan keris untuk orang berderajat di bawahnya. Biasanya akan disimpan saja di ruang pusakanya atau diberikannya kepada orang lain yang pantas memakainya.
Kegaiban suatu pusaka telah menyebabkan keris bersifat pribadi bagi pemiliknya. Itu juga yang menyebabkan adanya tradisi, seseorang yang ingin memindahtangankan sebuah Pusaka, tidak menyebut harga pusaka, tetapi "mahar" atau "mas kawin" sebuah Senjata pusaka. Tradisi perlakuan tersebut sama seperti seseorang yang harus menyediakan "mas kawin" untuk meminang anak gadis seseorang. Perlakuan tersebut adalah bentuk penghormatan orang atas kegaiban pusaka tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar